Tugas
Akhir Mata Kuliah
Bid’ah
Khurafat
Judul:
Bid’ah Maulud Nabi, Tabarruk, dan Ibadah
Dosen Pembimbing:
Al-Ustadz
Mulyono Jamal
Oleh:
Zulfat Binhajiabubaka
Nim:
362015210186
Program
studi Jurusan Perbandingan Agama
Fakultas
Ushuluddin
Kampus
Pusat Unida Siman
1437
H / 2015 M
Pendahuluan
Di masa kini banyak sekali bid’ah yang berlarak, apa lagi
beralaskan guna pendekatan kepada Allah swt. Perlu kita ketahui bahwa tidak
semestinya dengan menggunakan bid’ah kita akan menjadi lebih dekat kepada Allah,
justeru dengan ibadah yang telah ditentukan syari’at Islam itulah yang akan
membuat kita dekat kepada Allah swt bukan malah sebalik. Di pembahasan ini,
penulis akan membahas beberapa bid’ah yang sedang memanas di masa kini, di
antaranya:
1. Perayaan bertepatan
dengan kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Rabiul Awwal.
2.Tabarruk
(mengambil berkah) dari tempat-tempat tertentu, barang-barang peninggalan, dan
dari orang-orang baik, yang hidup ataupun yang sudah meninggal.
3. Bid’ah dalam
hal ibadah dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Bid’ah-bid’ah modern banyak sekali macamnya, seiring
dengan berlalunya zaman, sedikitnya ilmu, banyaknya para penyeru (da’i) yang
mengajak kepada bid’ah dan penyimpangan, dan merebaknya tasyabuh (meniru)
orang-orang kafir, baik dalam masalah adat kebiasaan maupun ritual agama
mereka. Hal ini
menunjukkan kebenaran (fakta) sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya :
Sungguh kalian akan mengikuti cara-cara kaum sebelum kalian” [Hadits Riwayat
At-Turmudzi, dan ia men-shahihkannya]
Pembahasan
1. Perayaan
Bertepatan Dengan Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Pada
Bulan Rabiul Awwal.
Merayakan kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah bid’ah, karena perayaan tersebut tidak ada dasarnya dalam Kitab dan
Sunnah, juga dalam perbuatan Salaf Shalih dan pada generasi-generasi pilihan
terdahulu. Perayaan maulid
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam baru terjadi setelah abad ke empat Hijriyah.
Imam Abu Ja’far Tajuddin berkata : “Saya tidak tahu bahwa
perayaan ini mempunyai dasar dalam Kitab dan Sunnah, dan tidak pula keterangan
yang dinukil bahwa hal tersebut pernah dilakukan oleh seorang dari para ulama
yang merupakan panutan dalam beragama, yang sangat kuat dan berpegang teguh
terhadap atsar (keterangan) generasi terdahulu. Perayaan itu tiada lain adalah bid’ah yang diada-adakan oleh
orang-orang yang tidak punya kerjaan dan merupakan tempat pelampiasan nafsu
yang sangat dimanfaatkan oleh orang-orang yang hobi makan” [Risalatul Maurid fi
Amalil Maulid]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
“Begitu pula praktek yang diada-adakan oleh sebagian manusia, baik karena hanya
meniru orang-orang nasrani sehubungan dengan kelahiran Nabi Isa ‘Alaihis Salam
atau karena alasan cinta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka
menjadikan kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sebuah
perayaan. Padahal tanggal
kelahiran beliau masih menjadi ajang perselisihan.
Dan hal semacam ini belum pernah dilakukan oleh ulama salaf
(terdahulu). Jika sekiranya hal tersebut memang merupakan kebaikan yang murni
atau merupakan pendapat yang kuat, tentu mereka itu lebih berhak (pasti)
melakukannya dari pada kita, sebab mereka itu lebih cinta dan lebih hormat pada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pada kita. Mereka itu lebih giat
terhadap perbuatan baik.
Sebenarnya, kecintaan dan penghormatan terhadap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tercermin dalam meniru, mentaati dan
mengikuti perintah beliau, menghidupkan sunnah beliau baik lahir maupun bathin
dan menyebarkan agama yang dibawanya, serta memperjuangkannya dengan hati,
tangan dan lisan. Begitulah jalan
generasi awal terdahulu, dari kaum Muhajirin, Anshar dan Tabi’in yang mengikuti
mereka dengan baik” [Iqtida ‘Ash-Shirath Al-Mustaqim 1/615]
2. Tabbaruk
(Mengambil Berkah) Dari Tempat-Tempat Tertentu, Barang-Barang Peninggalan, Dan
Dari Orang-Orang Baik, Yang Hidup Ataupun Yang Sudah Meninggal.
Termasuk di antara bid’ah juga adalah tabarruk (mengharapkan berkah)
dari makhluk. Dan ini merupakan salah satu bentuk dari watsaniyah (pengabdian
terhadap mahluk) dan juga dijadikan jaringan bisnis untuk mendapatkan uang dari
orang-orang awam.
Tabarruk artinya memohon berkah dan berkah artinya tetapnya dan
bertambahnya kebaikan yang ada pada sesuatu. Dan memohon tetap dan bertambahnya
kebaikan tidaklah mungkin bisa diharapkan kecuali dari yang memiliki dan mampu
untuk itu dan dia adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah-lah yang menurunkan
berkah dan mengekalkannya. Adapun mahluk, dia tidak mampu menetapkan dan
mengekalkannya.
Maka, praktek tabarruk dari tempat-tempat tertentu,
barang-barang peninggalan dan orang-orang baik, baik yang hidup ataupun yang
sudah meninggal tidak boleh dilakukan karena praktek ini bisa termasuk syirik
bila ada keyakinan bahwa barang-barang tersebut dapat memberikan berkah, atau
termasuk media menuju syirik, bila ada keyakinan bahwa menziarahi barang-barang
tersebut, memegangnya dan mengusapnya merupakan penyebab untuk mendapatkan
berkah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun tabarruk yang dilakukan para sahabat dengan
rambut, ludah dan sesuatu yang terpisah/terlepas dari tubuh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disinggung terdahulu, hal tersebut
hanya khusus Rasulullah di masa hidup beliau dan saat beliau berada di antara
mereka ; dengan dalil bahwa para sahabat tidak ber-tabarruk dengan bekas kamar
dan kuburan beliau setelah wafat.
Mereka juga tidak pergi ke tempat-tempat shalat atau tempat-tempat
duduk untuk ber-tabarruk, apalagi kuburan-kuburan para wali. Mereka juga tidak
ber-tabarruk dari orang-orang shalih seperti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu, Umar
Radhiyallahu ‘anhu dan yang lainnya dari para sahabat yang mulia. Baik semasa
hidup ataupun setelah meninggal. Mereka tidak pergi ke Gua Hira untuk shalat
dan berdo’a di situ, dan tidak pula ke tempat-tempat lainnya, seperti
gunung-gunung yang katanya disana terdapat kuburan nabi-nabi dan lain
sebagainya, tidak pula ke tempat yang dibangun di atas peninggalan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain itu, tidak ada seorangpun dari ulama salaf yang
mengusap-ngusap dan mencium tempat-tempat shalat Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, di Madinah ataupun di Makkah. Apabila tempat yang pernah di
injak kaki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yan mulia dan juga dipakai
untuk shalat, tidak ada syari’at yang mengajarkan umat beliau untuk
mengusap-ngusap atau menciuminya, maka bagaimana bisa dijadikan hujjah untuk
tabarruk, dengan mengatakan bahwa (si fulan yang wali) –bukan lagi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah shalat atau tidur disana ?! Para ulama
telah mengetahui secara pasti berdasarkan dalil-dalil dari syariat Islam, bahwa
menciumi dan mengusap-ngusap sesuatu untuk ber-tabarruk tidaklah termasuk syariat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Lihat Iqtidha’ Al-Shirath
Al-Mustaqim 2/759-802]
3. Bid’ah Dalam
Hal Ibadah Dan Taqarrub Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bid’ah-bid’ah yang berkaitan dengan ibadah, pada saat ini cukup
banyak. Pada dasarnya ibadah itu bersifat tauqif (terbatas pada ada dan tidak
adanya dalil), oleh karenanya tidak ada sesuatu yang disyariatkan dalam hal
ibadah kecuali dengan dalil. Sesuatu yang tidak ada dalilnya termasuk kategori
bid’ah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Barangsiapa mengerjakan amalan yang tidak ada padanya
perintah kami maka dia tertolak” [Hadits Riwayat Muslim]
Ibadah-ibadah yang banyak dipraktekkan pada masa sekarang
ini, sungguh banyak sekali, di antaranya ; Mengeraskan niat ketika shalat. Misalnya dengan membaca dengan suara keras.
“Artinya : Aku
berniat untuk shalat ini dan itu karena Allah Ta’ala”
Ini termasuk
bid’ah, karena tidak diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya :
Katakanlah (kepada mereka), ‘Apakah kalian akan memberitahukan kepada Allah
tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [Al-Hujarat
: 16]
Niat itu tempatnya adalah hati. Jadi dia adalah aktifitas hati
bukan aktifitas lisan. Termasuk juga dzikir berjama’ah setelah shalat. Sebab
yang disyariatkan yaitu bahwa setiap membaca dzikir yang diajarkan itu
sendiri-sendiri, di antara juga adalah meminta membaca surat Al-Fatihah pada
kesempatan-kesempatan tertentu dan setelah membaca do’a serta ditujukan kepada
orang-orang yang sudah meninggal. Termasuk juga dalam katagori bid’ah,
mengadakan acara duka cita untuk orang-orang yang sudah meninggal, membuatkan
makanan, menyewa tukang-tukang baca dengan dugaan bahwa hal tersebut dapat
memberikan manfaat kepada si mayyit. Semua itu adalah bid’ah yang tidak
mempunyai dasar sama sekali dan termasuk beban dan belenggu yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu.
Termasuk bid’ah pula yaitu perayaan-perayaan yang
diadakan pada kesempatan-kesempatan keagamaan seperti Isra’ Mi’raj dan
hijrahnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perayaan-perayaan tersebut sama sekali tidak mempunyai dasar dalam
syari’at, termasuk pula hal-hal yang dilakukan khusus pada bulan Rajab, shalat
sunnah dan puasa khusus. Sebab tidak ada bedanya dengan keistimewaannya
dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain, baik dalam pelaksanaan umrah, puasa,
shalat, menyembelih kurban dan lain sebagainya.
Yang termasuk bid’ah pula yaitu dzikir-dzikir sufi dengan segala
macamnya. Semuanya bid’ah dan diada-adakan karena dia bertentangan dengan
dzikir-dzikir yang disyariatkan baik dari segi redaksinya, bentuk pembacaannya
dan waktu-waktunya.
Di antaranya pula adalah mengkhususkan malam Nisfu Sya’ban dengan
ibadah tertentu seperti shalat malam dan berpuasa pada siang harinya. Tidak ada
keterangan yang pasti dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amalan
khususnya untuk saat itu, termasuk bid’ah pula yaitu membangun di atas kuburan
dan mejadikannya seperti masjid serta menziarahinya untuk ber-tabarruk dan
bertawasul kepada orang mati dan lain sebagainya dari tujuan-tujuan lain yang
berbau syirik.
Akhirnya, kami ingin mengatakan bahwa bid’ah-bid’ah itu ialah
pengantar pada kekafiran. Bid’ah adalah menambah-nambahkan ke dalam agama ini
sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.
Bid’ah lebih jelek dari maksiat besar sekalipun. Syetan akan bergembira dengan
terjadinya praktek bid’ah melebihi kegembiraannya terhadap maksiat yang besar.
Sebab, orang yang melakukan maksiat, dia tahu apa yang dia lakukannya itu
maksiat (pelanggaran) maka (ada kemungkinan) dia akan bertaubat. Sementara
orang yang melakukan bid’ah, dia meyakini bahwa perbuatannya itu adalah cara
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia tidak akan
bertaubat. Bid’ah-bid’ah itu akan dapat mengikis sunnah-sunnah dan menjadikan
pelakunya enggan untuk mengamalkannya.
Bid’ah akan
dapat menjauhkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan mendatangkan kemarahan
dan siksaanNya serta menjadi penyebab rusak dan melencengnya hati dari
kebenaran.
Penutup
Sikap Terhadap Ahli Bid’ah
Diharamkan mengunjungi dan duduk-duduk dengan ahli bid’ah
kecuali dengan maksud menasehati dan membantah bid’ahnya. Karena bergaul dengan ahli bid’ah akan berpengaruh negatif, dia
akan menularkan permusuhannya pada yang lain. Kita wajib memberikan peringatan
kepada masyarakat dari mereka dan bahaya mereka. Apabila kita sudah bisa
menyelamatkan dan mencegah mereka dari praktek bid’ah. Dan kalau tidak, maka diharuskan
kepada para ulama dan pemimpin umat Islam untuk menentang bid’ah-bid’ah dan
mencegah para pelakunya serta meredam bahaya mereka. Karena bahaya mereka
terhadap Islam sangatlah besar. Suatu hal yang perlu pula untuk diketahui bahwa
negara-negara kafir sangat mendukung para pelaku bid’ah dan membantu mereka
untuk menyebar luaskan bid’ah-bid’ah mereka dengan berbagai macam cara, sebab
didalamnya terdapat proses penghangusan Islam dan pengrusakan terhadap gambaran
Islam yang sebenarnya.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, semoga Dia akan
menolong agamaNya, meninggikan kalimatNya, serta menghinakan musuh-musuhNya.
Semoga shalawat dan salam tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad
Shallallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat-sahabat beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar